Jumat, 24 Maret 2023
Bergerak Bersama Menuju Eliminasi Tuberkulosis (TBC) 2030
Jumat, 17 Maret 2023
Mendidik anak perempuan pertama dapat menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua
Sabtu, 04 Maret 2023
Jangan Larang Anak Kita Jika Melakukan Hal ini
Kamis, 02 Maret 2023
Maksimalkan waktu bersama anak jagalah dan rawatlah dia dengan baik
Maksimalkan waktu bersama anak jagalah dan rawatlah dia dengan baik
Rabu, 01 Maret 2023
Apa Itu Ruang HCU? Tempat Nani Wijaya Dirawat karena Sesak Napas
Apa Itu Ruang HCU? Tempat Nani Wijaya Dirawat karena Sesak Napas
Kamis, 02 Mar 2023 13:31 WIB
Nani Wijaya dilarikan ke rumah sakit Fatmawati lantaran mengalami kesulitan bernapas pada Rabu (1/3/2023). Kini, ia tengah menjalani perawatan intensif di ruang HCU.
"Beliau seperti tidak bisa mengeluarkan slime dari paru-paru sehingga sulit untuk bernapas, karena semakin sesak napas kami sepakat keluarga kami membawa ke RS," kata Nina Kartika, anak Nani WIjaya, saat ditemui di RS Fatmawati, Jakarta Selatan, dikutip dari detikHot.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Nazarudin Lubis selaku anak asuh Nani Wijaya juga menyebut sang ibunda memang mengalami komplikasi sebelumnya. Ia memohon doa agar sang ibunda dapat segera pulih dari sakitnya.
"Sudah komplikasi juga. Kami memohon kepada khalayak ramai, mohon doanya kepada ibunda kami," ucap Nazarudin Lubis.
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan RI, ruang HCU atau disebut High Care Unit diperuntukan bagi pasien yang menunjukkan perbaikan kondisi, tidak perlu lagi ditangani di ICU (Intensive Care Unit).
HCU adalah unit pelayanan bagi pasien dengan kondisi fungsi pernapasan, cairan tubuh, dan kesadaran yang stabil namun tetap memerlukan perawatan, perawatan, dan pemantauan yang ketat. Tujuan tindakan ini adalah agar tenaga kesehatan dapat mengontrol dan melihat perubahan yang membahayakan pasien sehingga dapat segera dipindahkan ke ICU untuk diberikan penanganan yang lebih baik.
Meskipun demikian, pasien yang dirawat di HCU masih memerlukan pengawasan yang ketat dari tenaga medis. Di Indonesia, peraturan mengenai HCU ada di Keputusan Menteri Kesehatan nomor 834 tahun 2010.
Adanya HCU diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan di ICU bagi pasien. Kondisi pasien HCU dijelaskan memiliki kondisi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran yang stabil.
Adapun intesitifitas pelayanan di HCU berada di bawah ICU sebelum dikembalikan ke ruang rawat inap.
Sumber : Detik.com
6 Cara Bikin Perut Sixpack Tanpa Ribet, Bye-bye Buncit!
6 Cara Bikin Perut Sixpack Tanpa Ribet, Bye-bye Buncit!
Jakarta
-
Memiliki tubuh yang indah tentu menjadi keinginan banyak orang. Salah satu hal
yang bisa dilakukan untuk mendapatkan tubuh indah adalah dengan memiliki perut
six-pack.
Dikutip dari Healthline, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk mendapatkan
perut six-pack. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:
Tidur minimal 7 jam
Kualitas tidur yang dilakukan sangat berhubungan dengan kenaikan berat badan. Tidur yang kurang dapat meningkatkan risiko
kenaikan berat badan dan obesitas. Tidur selama minimal 7-8 jam setiap malam
bisa menjadi langkah dasar yang baik dalam proses pembentukan perut six-pack.
Latihan regular dengan beban dan kardio
Olahraga teratur dapat mengurangi lemak yang ada di tubuh, khususnya di perut.
Studi membuktikan bahwa latihan aerobik dan ketahanan dapat mengurangi
persentase lemak dalam tubuh.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, jangan lupa juga untuk melakukan latihan
angkat beban. Lakukan dua tipe latihan tersebut dalam rutinitas keseharian.
Makan banyak buah dan sayur
Pastikan hanya mengonsumsi makanan sehat ketika sedang ingin membentuk perut
six-pack. Makanlah buah dan sayur untuk memaksimalkan penurunan dan
pemeliharaan berat badan. Dalam studi terbaru menemukan bahwa asupan sayur dan
buah pada wanita sangat berhubungan langsung dengan berat badan dan lemak dalam
tubuh.
Penuhi kebutuhan protein
Protein adalah salah satu zat yang baik untuk pembentukan otot. Pastikan asupan
protein cukup ketika sedang menurunkan berat badan dan membentuk otot.
Baca juga:
Curhat Wanita Disangka Hamil karena Perut Buncit, Diagnosis Dokter Bikin Syok
Dalam sebuah penelitian, mengonsumsi protein memiliki kaitan erat dengan proses
penurunan persentase lemak dalam tubuh dan mempertahankan masa otot.
Minum air putih
Setop minum minuman manis dan mulai perbanyak minum air putih. Penelitian
terbaru membuktikan bahwa mengganti minuman manis dengan air putih dapat
membantu menurunkan berat badan, membakar lemak, dan membantu mempercepat
pembentukan perut sixpack.
Jika kesulitan menghilangkan kebiasaan minum
minuman manis, bisa coba kurangi secara perlahan-lahan.
Core Training
Core training sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan sixpack. Latihan ini bertujuan untuk penguatan otot inti,
terutama otot perut dan otot punggung.
Latihan perut bisa dilakukan dengan komprehensif
2-3 kali per minggu. Core training bisa dilakukan gerakan crunch, gerakan
twist, sliding inchworm, hingga dansa pinggul.
Sumber : Detik.com
Selasa, 28 Februari 2023
Bersama-sama Mencegah Resistensi Antimikroba
Bersama-sama mencegah resistensi antimikroba
Jakarta (ANTARA) - “Bersama-sama Mencegah Resistansi Antimikroba (Preventing antimicrobial resistance Bersama-sama mencegah resistensi antimikrobatogether)” merupakan tema yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dalam rangka World Antimicrobial Awareness Week atau Pekan Kepedulian Antimikroba Sedunia Tahun 2022.
World Antimicrobial Awareness Week atau biasa disingkat WAAW diperingati setiap tahun pada 18-24 November sejak tahun 2015.
WAAW merupakan kampanye global untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resistensi antimikroba, baik untuk masyarakat umum, petugas kesehatan, maupun pemangku kebijakan. Dengan kampanye agresif diharapkan dapat mencegah peningkatan dan penyebaran resistensi antimikroba.
Banyak yang kemudian bertanya, apa itu resistensi antimikroba? Antimikroba meliputi antibiotik, antiviral, antijamur, dan antiparasit. Resistansi antimikroba diartikan sebagai kekebalan terhadap keempat jenis antimikroba tersebut, yaitu hilangnya kemampuan antibiotik untuk membunuh bakteri, antiviral untuk membunuh virus, antijamur untuk membunuh jamur, dan antiparasit untuk membunuh parasit.
Di antara keempat jenis resistensi tersebut, yang paling sering terjadi adalah resistensi antibiotik, yaitu antibiotik kehilangan kemampuannya untuk membunuh atau mengeradikasi bakteri dalam dosis normal.
Dengan demikian, pasien yang terinfeksi oleh bakteri yang resisten akan membutuhkan waktu perawatan yang lebih lama, biaya pengobatan yang lebih tinggi, bahkan bisa menyebabkan kematian.
Bagaimana resistensi antibiotik dapat terjadi? Pada keadaan normal, seseorang yang sakit karena infeksi bakteri, jika diberikan terapi antibiotik yang sesuai akan menyebabkan bakteri penyebab mati dan kondisi klinis pasien akan membaik.
Namun pada kasus resistensi, antibiotik tidak mampu membunuh seluruh bakteri penyebab, atau terjadi tekanan selektif, yaitu sebagian bakteri akan tetap bertahan hidup dan memperbanyak diri kembali.
Ada beberapa cara atau mekanisme bakteri dapat menjadi resisten atau kebal terhadap antibiotik. Beberapa di antaranya, yaitu dengan memproduksi enzim yang menginaktifkan zat aktif antibiotik, bakteri mengubah struktur membran selnya sehingga antibiotik tidak dapat masuk, atau dapat juga dengan membentuk semacam pompa yang mengeluarkan antibiotik yang masuk ke dalam sel.
Selain dari faktor bakteri, kejadian resistensi antibiotik diperparah oleh penggunaan antibiotik yang tidak bijaksana, termasuk konsumsi antibiotik yang tidak sesuai indikasi (bukan karena bakteri), dosis dan lama pemberian (durasi) yang tidak sesuai (dosis terlalu rendah, durasi terlalu pendek, dosis terlalu tinggi, atau durasi terlalu panjang).
Apakah resistensi antibiotik berbahaya?
Sebuah penelitian ilmiah melaporkan bahwa terdapat 4,95 juta kematian terkait resistensi antibiotik di seluruh dunia pada tahun 2019, dengan infeksi saluran napas bawah sebagai penyebab kematian terbanyak, yaitu lebih dari 1,5 juta kasus.
Enam bakteri patogen resisten terbanyak penyebab kematian pada pasien infeksi, yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, Acinetobacter baumannii, dan Pseudomonas aeruginosa.
Masalah kesehatan terkait resistensi antibiotik dapat disetarakan dengan gabungan dari kasus influenza, tuberkulosis, dan HIV/AIDS.
Penggunaan antibiotik secara berlebihan juga dapat menurunkan jumlah bakteri baik dalam usus dan diganti oleh bakteri Clostridium difficile penghasil toksin yang menyebabkan diare berdarah.
Badan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) melaporkan jumlah kematian akibat diare oleh Clostridium difficile mencapai 48.000 kasus.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa seseorang yang mengalami infeksi oleh bakteri yang resistensi terhadap antibiotik menyebabkan infeksi menjadi sulit diobati, sehingga akan menjalani perawatan yang lebih lama yang secara langsung akan berkaitan dengan tingginya biaya yang harus dikeluarkan.
Perawatan yang lama di rumah sakit dapat pula meningkatkan risiko perburukan dan kematian.
Selain dampak langsung, infeksi oleh bakteri yang resisten juga menyebabkan dampak tidak langsung, terutama dari sisi ekonomi.
Selama perawatan, pasien dan keluarga yang harus merawat mengalami penurunan produktivitas yang pada akhirnya memberikan tekanan pada level keluarga hingga negara karena menanggung biaya langsung maupun tidak langsung tersebut.
Di samping itu, semakin tinggi kasus infeksi oleh bakteri resisten ini akan menimbulkan tekanan pula bagi institusi kesehatan, termasuk rumah sakit untuk menyediakan sarana dan prasarana yang optimal untuk perawatan pasien dan menyiapkan tenaga kesehatan yang lebih handal untuk merawat pasien tersebut.
Biaya yang digunakan untuk kedua hal itu seharusnya dapat dialokasikan untuk penanganan penyakit-penyakit lain yang bersifat preventif daripada kuratif.
Pada kasus tertentu, infeksi dapat teratasi, namun bakteri di dalam tubuh pasien menetap dan menjadi karier yang berpotensi menjadi sumber penularan bagi orang lain.
Cara mencegah
Resistansi antibiotik adalah sebuah keniscayaan, kejadian yang tidak dapat dicegah. Penemuan antibiotik baru hingga saat ini tidak dapat menandingi kecepatan kejadian resistensi.
Upaya yang dapat dilakukan adalah memperlambat dan mencegah penyebarannya.
Menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS), seperti menjaga kebersihan diri dan lingkungan, praktik mencuci tangan dengan benar, melakukan vaksinasi, mengonsumsi makanan bergizi, serta juga melakukan hubungan seksual dengan aman diharapkan dapat mencegah agar kita terhindar dari infeksi, sehingga mengurangi penggunaan antibiotik.
Apabila terdapat demam yang memanjang atau tidak membaik dengan obat penurun demam, konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan informasi mengenai diagnosis dan terapi yang tepat.
Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan mikrobiologi diperlukan untuk mengetahui etiologi atau penyebab infeksi. Demam tidak selalu disebabkan oleh infeksi.
Perlu diingat bahwa batuk dan pilek sebagian besar disebabkan oleh virus yang tidak dapat disembuhkan dengan antibiotik.
Hindari membeli antibiotik tanpa resep dokter, karena antibiotik memiliki spektrum kerja yang berbeda. Artinya antibiotik tertentu hanya dapat membunuh bakteri tertentu pula. Ikuti juga aturan penggunaan antibiotik sesuai dengan resep dokter, termasuk dosis dan durasi/lama penggunaannya.
Saat ini penggunaan antibiotik juga marak digunakan di bidang pertanian dan peternakan. Hal tersebut tentu saja berdampak pada kecepatan penyebaran bakteri resisten melalui makanan yang kita konsumsi.
Maka kebijakan penggunaan antibiotik di luar bidang kesehatan juga perlu mendapatkan perhatian khusus.
Bijak dalam menggunakan antibiotik juga berlaku untuk antimikroba yang lain, yaitu antijamur, antivirus, dan antiparasit.
Kerja berat ini tidak mungkin dapat diselesaikan oleh satu orang atau profesi tertentu saja, melainkan membutuhkan kerja sama dari seluruh elemen masyarakat.
Jadi mari berjuang bersama-sama untuk memperlambat kejadian resistensi antimikroba dan mencegah penyebarannya.
*) dr. Resti Hardianti Lestari, dr. Indah Puspita Sari, dan dr. Aiman Idrus Alatas adalah peserta didik Program Pendidikan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Sumber : antaranews.com
Minggu, 26 Februari 2023
Sederet Kasus Kecanduan Vape Berujung Nahas, Paru-paru Bocor hingga Gagal Organ
Sederet Kasus Kecanduan Vape Berujung Nahas, Paru-paru Bocor hingga Gagal Organ
Jakarta - Rokok elektrik atau vape kerap disebut tidak lebih berbahaya jika dibandingkan dengan rokok konvensional. Namun, nyatanya keduanya sama-sama berbahaya bagi tubuh.
Dokter spesialis ginjal dan direktur klinis untuk spesialisasi medis dengan Leeds Teaching Hospitals, Dr Elizabeth Garthwaite, mengatakan liquid atau cairan yang digunakan pada vape mengandung bahan kimia yang juga berbahaya.
Ini diperparah dengan kandungan nikotin yang ada di dalam liquid dan membuat penggunanya kecanduan.
"Nikotin yang membuat ketagihan dan memiliki banyak efek samping, terutama pada jantung, paru-paru, dan sistem pembuluh darah. Selain itu, beberapa bahan kimia di dalam cairan juga memiliki efek yang sangat merusak, termasuk pada paru-paru, menyebabkan cedera paru akut yang parah serta bersifat karsinogenik," jelas Dr Garthwaite yang dikutip dari Mirror UK, Minggu (26/2/2023).
"Meskipun tidak ada tar atau asap, nikotin dan bahan kimia berkarbonasi lengket lainnya bersifat kanker dan akan menempel di paru-paru dan berpindah ke sirkulasi Anda, menyebabkan kerusakan signifikan pada seluruh tubuh," sambungnya.
Berikut sejumlah kasus dampak dari vape yang bisa membahayakan kesehatan paru-paru:
1. Wanita yang Kena Popcorn Lung Akibat Kecanduan Vape
Wanita bernama Abby Flynn didiagnosis mengalami kondisi paru-paru langka, yakni 'popcorn lung'. Kondisi ini terjadi setelah wanita dari Milton Keynes, Buckinghamshire, Inggris, itu kecanduan rokok elektrik atau vape.
Awalnya Flynn tidak merokok sama sekali, hingga pada tahun 2021 ia kecanduan vape yang sedang tren saat itu. Namun, ia mulai merasakan beberapa gejala yang aneh di tubuhnya.
Ia mulai batuk-batuk yang tidak terkontrol dan terus berlanjut selama delapan bulan. Melihat kondisinya yang semakin para, Flynn memutuskan untuk pergi ke rumah sakit.
Setelah menjalani pemeriksaan oleh dokter, Flynn didiagnosis mengidap popcorn lung. Itu merupakan istilah yang merujuk pada kondisi penyakit bronkiolitis obliterans (BO). Kondisi ini bisa berdampak fatal pada kesehatan, terlebih jika tidak segera ditangani.
"Awalnya sakit tapi setelah 18 bulan, batuknya semakin parah," tuturnya lagi.
Melihat kondisi Flynn, dokter menegaskan agar wanita itu mulai menghentikan kebiasaan vaping dalam 1-2 tahun ke depan.
2. Remaja Alami Gagal Organ dan Berakhir di Kursi Roda gegara Vape
Seorang remaja laki-laki di Inggris terpaksa menggunakan kursi roda dan makan menggunakan selang akibat efek buruk dari vape. Awalnya, remaja yang tidak disebutkan namanya itu mengalami gejala mirip alergi, seperti tidak bisa bernapas.
"Dia mengalami lumpuh dan koma. Dia menderita banyak kegagalan organ yakni bagian jantung, paru-paru, ginjal dan pembuluh darahnya tidak berfungsi dengan baik," beber spesialis ginjal dan direktur klinis untuk spesialisasi medis dengan Leeds Teaching Hospitals, Dr Elizabeth Garthwaite, yang dikutip dari laman Mirror UK, Minggu (26/2)
Saat diperiksa, remaja tersebut ternyata mengalami reaksi terhadap bahan kimia yang terdapat pada cairan rokok elektrik atau vape. Akibatnya, ia harus dirawat di rumah sakit.
3. Ngevape Bertahun-tahun hingga Paru-paru Menyusut
Heboh seorang wanita yang menceritakan kisah salah satu keluarganya mengalami kerusakan paru-paru akibat vape. Wanita bernama Chris Chee membagikan cerita itu melalui akun Facebook pada Juni 2022 dan kembali viral belakangan ini.
Chris mengungkapkan, saat itu kondisi dari keluarganya ini masih bisa diselamatkan. Diketahui, area paru-paru keluarganya itu rusak dan harus diangkat melalui operasi.
"Paru-paru kanannya lebih kecil dari yang kiri sekarang," kata Chris yang dikutip dari World of Buzz.
"Anggota keluarga saya memiliki pola pikir yang sama, sampai dia melihat pamannya mengidap akibat vaping, dan akhirnya memutuskan untuk melakukan pemeriksaan," jelasnya.
Prosedur itu pun membuahkan hasil dan membuat pria, keluarganya Chris itu berangsur pulih. Chris mengatakan ia diizinkan untuk menulis postingan tentang kondisi anggota keluarganya itu agar bisa mengingatkan bahaya vape kepada orang lain.
4. Kebiasaan Ngerokok dan Vape Bikin Paru-paru Bocor
Seorang pria di Malaysia bernama Mohamad Faris Ifwat mengaku mengalami paru-paru bocor atau disebut spontaneous pneumothorax. Kondisi ini terjadi secara tiba-tiba yang menyebabkan paru-parunya tidak bisa berkembang dengan normal.
Diketahui, kondisi ini terjadi karena kebiasaan merokok dan vape dalam waktu yang lama. Akibatnya, Faris harus dirawat di Rumah Sakit Teluk Intan selama hampir seminggu karena sesak napas yang dialaminya.
"Alhamdulillah, aku keluar dari rumah sakit setelah dirawat di bangsal selama hampir seminggu karena sesak napas akibat masalah paru-paru, yang disebabkan oleh vaping dan merokok," tutur Faris yang dikutip dari laman Mstar, Senin (1/8/2022).
"Kondisi ini membuat paru-paru kananku tertekan oleh udara yang terperangkap dan kemudian menjadi mengkerut," sambungnya.
Di rumah sakit, dokter harus mengeluarkan udara dengan memasukkan selang melalui dada kanan Faris, yang membutuhkan waktu selama 72 jam. Jika prosedur itu tidak segera dilakukan, bisa menyebabkan kegagalan paru-paru.
Sumber : Detik.com